ARTIKEL PENDIDIKAN
“Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua”
Disusun Oleh:
Syarif Nasarudin Aulia Zulfi, S.Pd.
Momen 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, yang bertepatan dengan hari lahir Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Momen ini bukan sekadar peringatan seremonial, tetapi menjadi refleksi mendalam atas perjuangan panjang dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Lahirnya Hari Pendidikan Nasional tidak lepas dari gagasan besar Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan Indonesia. Falsafah beliau yang terkenal, “Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karsa, Tut Wuri Handayani” menjadi pondasi nilai – nilai pendidikan nasional. Nilai- nilai tersebut tidak hanya relevan bagi para pendidik, tetapi juga menjadi prinsip universal dalam manajemen pendidikan. Pertama, “Ing ngarso sung tulodo” berarti di depan memberi teladan. Ini mencerminkan peran seorang pendidik atau pemimpin yang harus menjadi contoh dalam tindakan, sikap, dan integritas. Dalam konteks pendidikan, pendidik bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga teladan moral yang dapat membentuk karakter peserta didik melalui keteladanan nyata. Kedua, Ing madya mangun karsa diartikan sebagai di tengah membangun semangat. Maknanya, seorang pendidik harus mampu menjadi fasilitator yang mendorong partisipasi aktif, membangkitkan motivasi, dan menciptakan iklim belajar yang inspiratif. Guru bukan berada di atas atau mendominasi, tetapi hadir bersama siswa, mendampingi mereka tumbuh dan berkembang.
Ketiga, Tut wuri handayani bermakna di belakang memberi dorongan. Ini menggambarkan sikap seorang pendidik yang memberikan kepercayaan dan ruang kepada
peserta didik untuk mandiri, namun tetap siap mendukung dan mengarahkan ketika dibutuhkan. Pendidikan diarahkan untuk membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan secara dewasa. Pendidikan yang bermutu, sebagaimana diajarkan Ki Hajar Dewantara, adalah pendidikan yang memanusiakan manusia, menghargai potensi unik setiap individu, membangun karakter, serta menanamkan nilai-nilai etika, empati, dan tanggung jawab sosial.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pendidikan bukan sekadar proses transfer pengetahuan, tetapi merupakan fondasi utama dalam pembentukan karakter, nilai dan peradaban bangsa. Pendidikan memiliki fungsi strategis sebagai instrumen transformasi sosial yang mampu mengangkat kualitas hidup individu dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan harus dilihat sebagai suatu sistem yang dinamis dan adaptif terhadap perubahan zaman, bukan sebagai entitas statis. Momentum Hari Pendidikan Nasional menjadi saat yang tepat untuk melakukan evaluasi komprehensif terhadap sistem pendidikan nasional, baik dari segi kebijakan, kurikulum, kualitas tenaga pendidik, akses pendidikan dan pemerataan layanan pendidikan.
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang tidak hanya mencetak sumber daya manusia yang cerdas secara kognitif, tetapi juga unggul secara afektif dan psikomotorik. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari pencapaian akademik, tetapi juga dari sejauh mana sistem pendidikan dapat membentuk karakter peserta didik yang berintegritas, memiliki empati sosial dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta kebangsaan. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan harus menjadi prioritas dalam agenda pembangunan nasional. Investasi di bidang pendidikan bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, melainkan kolaborasi lintas sektor antara negara, masyarakat dan dunia usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, berdaya saing global dan memiliki komitmen moral terhadap kemajuan bangsa.
Perspektif teori pendidikan, pendidikan dipandang sebagai proses sistematis dan berkesinambungan dalam mengembangkan potensi individu, baik secara intelektual, emosional, sosial, maupun moral. Paulo Freire, dalam Pedagogy of the Oppressed, menekankan bahwa pendidikan harus menjadi proses pembebasan yang memberdayakan peserta didik untuk menjadi subjek aktif dalam membentuk realitas sosialnya. Dengan demikian, pendidikan yang efektif tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk kesadaran kritis dan kapasitas reflektif dalam diri individu. Sedangkan pada teori
Human Capital yang dikemukakan oleh Theodore W. Schultz dan Gary Becker menegaskan bahwa pendidikan merupakan investasi yang mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing individu maupun kolektif bangsa. Kerangka konseptual ini, pendidikan berperan sebagai modal intelektual yang secara langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, inovasi teknologi, dan penguatan institusi sosial. Oleh karena itu, negara yang mampu mengelola pendidikan secara berkualitas akan memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di tengah era globalisasi.
John Dewey, tokoh pendidikan progresif, juga menyatakan bahwa pendidikan sejatinya adalah rekonstruksi pengalaman yang bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan demokratis. Ini menunjukkan bahwa jiwa kompetitif tidak dibangun dalam ruang hampa, melainkan melalui proses pembelajaran yang kontekstual, partisipatif, dan mendorong kreativitas serta kemandirian berpikir. Oleh karena itu, dalam konteks pembangunan bangsa, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya mencetak lulusan yang kompeten secara akademik, tetapi juga memiliki karakter, etos kerja, dan semangat berdaya saing. Dengan dukungan teori dan pendekatan pendidikan yang relevan, sistem pendidikan nasional dapat menjadi landasan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang adaptif terhadap perubahan, serta memiliki kapasitas untuk bersaing dan berkontribusi di tingkat nasional maupun global.
Pendidikan memiliki peran strategis dan konseptual dalam membentuk fondasi kemajuan bangsa. Sebagai strategi pembangunan jangka panjang, pendidikan tidak hanya bertujuan mencetak sumber daya manusia yang terampil, tetapi juga menjadi wahana transformasi sosial yang inklusif dan berkeadilan. Pendidikan bermutu tidak dapat berdiri sendiri, diberdayakan adanya kolaborasi aktif seluruh elemen masyarakat, yang disebut sebagai partisipasi semesta.
Partisipasi semesta mencakup keterlibatan pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam mendukung tercapainya sistem pendidikan yang merata, relevan, dan responsif terhadap kebutuhan zaman. Konsep ini sejalan dengan prinsip education for all yang digaungkan secara global, di mana akses, kualitas, dan keberlanjutan pendidikan menjadi hak setiap warga negara, tanpa diskriminasi. Peran strategis pendidikan terletak pada kemampuannya dalam mengkonstruksi pembangunan karakter, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan penguatan nilai-nilai kewargaan. Di sisi lain, peran konseptual pendidikan berakar pada desain kurikulum, filosofi pembelajaran, dan pendekatan pedagogis
yang humanistik serta kontekstual. Kedua peran ini hanya dapat terwujud secara optimal apabila ditopang oleh ekosistem pendidikan yang kolaboratif. Dengan demikian, mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua memerlukan komitmen kolektif, di mana partisipasi semesta menjadi kunci. Melalui sinergi antarsektor, pendidikan tidak hanya menjadi urusan institusi formal, tetapi menjadi gerakan sosial yang menyentuh setiap lapisan masyarakat. Inilah bentuk nyata dari pendidikan yang memanusiakan manusia dan menjamin masa depan bangsa yang berdaya saing dan berkeadilan.
Kerangka pemikiran yang mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua, partisipasi semesta menjadi pendekatan kunci yang menempatkan pendidikan sebagai tanggung jawab kolektif, bukan semata beban institusi formal. Pendekatan ini selaras dengan sejumlah teori pendidikan yang mendasari pengembangan strategi dan kebijakan pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan. Teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun melalui interaksi sosial dan pengalaman belajar yang aktif. Oleh karena itu, keterlibatan guru, orang tua, dan masyarakat sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kolaboratif dan kontekstual. Selanjutnya, teori ekologi pendidikan dari Urie Bronfenbrenner menunjukkan bahwa perkembangan peserta didik dipengaruhi oleh berbagai sistem sosial yang saling berkaitan, mulai dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga kebijakan negara. Maka, keberhasilan pendidikan disesuaikan pada sinergi semua aktor dalam ekosistem tersebut. Di sisi lain, teori humanistik yang dikembangkan oleh Carl Rogers dan Abraham Maslow menekankan pentingnya pendidikan yang memanusiakan manusia, menghargai potensi individual, serta mendorong kemandirian dan otonomi dalam belajar. Pendidikan yang bermutu tidak hanya menyasar aspek kognitif, tetapi juga afektif dan sosial peserta didik.
Mewujudkan pendidikan bermutu bagi semua, penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menjadi langkah yang sangat strategis. MBS memberi otonomi kepada sekolah dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya. Melalui pendekatan ini, semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, mulai dari kepala sekolah, guru, orang tua dan masyarakat, memiliki peran yang aktif dalam merancang dan mengelola program pendidikan. Hal ini memperkuat prinsip Partisipasi Semesta, di mana pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga seluruh komponen pendukung di sekitarnya. Melalui kolaborasi ini, setiap elemen masyarakat dapat memberikan kontribusi konkrit dalam mendukung terciptanya pendidikan yang baik dan merata.
Selain itu, Manajemen Berbasis Sekolah berorientasikan untuk sekolah yang responsif terhadap kebutuhan lokal, baik dalam hal kurikulum, metode pembelajaran, maupun pemanfaatan sumber daya. Bentuk konkret dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah meliputi perencanaan pendidikan berbasis data, dan pembentukan forum kolaboratif yang melibatkan orang tua serta tokoh masyarakat. Sekolah juga diberikan keleluasaan untuk memanfaatkan potensi lokal sebagai bagian dari proses pembelajaran, menciptakan lingkungan belajar yang lebih bermakna dan terhubung dengan realitas sehari-hari peserta didik. Dengan demikian, Manajemen Berbasis Sekolah bukan hanya meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan.
Selamat Hari Pendidikan Nasional! Di momen yang penuh makna ini, marilah kita bersama-sama menyadari bahwa pendidikan adalah pilar utama dalam membangun sumber daya manusia yang cerdas, berkarakter, dan berdaya saing. Melalui partisipasi semesta yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan. Melalui semangat gotong royong, mari kita wujudkan pendidikan yang tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk individu yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan, empati sosial, dan tanggung jawab terhadap kemajuan bangsa. Bersatu kita akan mewujudkan pendidikan yang bermutu untuk semua, demi Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
0 Komentar
Tambahkan Komentar