Penanaman Karakter Melalui Pengintegrasian Kearifan Lokal Pada Student Centered Activities Di SMAN 2 Pontianak

 

Penanaman Karakter Melalui Pengintegrasian Kearifan Lokal Pada Student Centered Activities Di SMAN 2 Pontianak

 

Disusun Oleh: Herni Yamasitha, M.Pd.

 

  1. Latar Belakang

Kearifan lokal identik dengan perkembangan dan pertumbuhan budaya suatu bangsa dan pencerminan dari tumbuh kembangnya suatu bangsa tersebut, bahkan sendi dari keberadaan serta keberlangsungan suatu bangsa. Sendi-sendi tersebut menjadi pandangan hidup serta strategi dalam menyikapi kehidupan masyarakatnya, khusus dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan,maka dibutuhkan wadah atau strategi untuk memantapkan kearifan lokal tersebut pada lingkungan generasi muda. Pencerminan dari kearifan lokal tersebut dapat diadaptasikan dalam risalah program kerja sekolah yang menjadi rambu pada satuan pendidikan. Hal ini dilatarbelakangi bahwa prestasi sekolah tidak akan terlepas dari pola pikir dan pola tingkah laku komponen sekolah. Pola pikir dan pola tingkah laku tersebut tertanam sejak dini dan berhubungan langsung dengan kehidupan peserta didik. Konsep- konsep kearifan lokal yang memiliki kehalusan dalam aplikasinya. Kurikulum merdeka memberikan penekanan pada aktivitas kontekstual yang bersentuhan langsung dengan peserta didik, artinya peserta didik di bawa ke dalam alam dunia yang dekat dengan mereka.

Keterlibatan kearifan lokal pada pengembangan bakat peserta didik tidak sebatas pengenalan kebudayaan yang dianggap primitif, namun juga memiliki kekuatan untuk menjaga keseimbangan budaya dari kepunahan sebagai dampak dari globalisasi, serta diharapkan aktivitas sekolah berbasis kearifan lokal sebagai media penuangan rasa cinta sekolah, yang nantinya bermuara pada kinerja peserta didik dan akhirnya perwujudan pencapaian hasil program pendidikan berkemajuan. Penglibatan kearifan lokal di berbagai hal sebagai kekuatan kultural yang menjadi satu di antara identitas, karakter suatu bangsa dan menjadi landasan dalam peradaban pengembangan dunia ( Pudentia dalam Priyadi: 2013)

Pengintegrasian kearifan lokal pada pengembangan bakat berpusat pada peserta didik sejalan dengan pemahaman bahwa prestasi peserta didik juga

 

 

dipengaruhi oleh keterlibatan sekolah dalam mengembangkan potensi peserta didik. Semakin banyak potensi yang dikembangkan, maka semakin besar peluang untuk memperoleh raihan prestasi, baik akademik maupun non akademik (Asrori:2008).

Keterbatasan kualitas pada pendaftaran siswa baru menjadi tantangan untuk peningkatan sumber daya peserta didik, dan menjadikan sekolah sebagai hitungan masyarakat. Dalam menjawab tantangan tersebut SMAN 2 Pontianak mengintegrasikan kearifan lokal dalam pengembangan bakat peserta didik pada berbagai mata pelajaran. Pengintegrasian pada mata pelajaran tersebut merupakan satu di antara yang dapat dikembangkan untuk pemenuhan hal ini, karena komoditi kearifan lokal memiliki daya tarik tersendiri divariasikan dengan tuntutan kebutuhan standar pelayanan minimal sekolah.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 1, berarti inti dari afirmasi prestasi pada dunia pendidikan adalah hak yang sama pada semua anak untuk menerima pendidikan yang tidak diskriminatif sesuai potensi diri peserta didik.

Mengedepankan kearifan lokal dalam pengaplikasian program pendidikan terpusat pada siswa menggiring dinamika keseharian bersifat kontekstual, sehingga kinerja sekolah lebih variatif dan bersentuhan langsung dengan peserta didik. Proses kontekstual ini tanpa disadari peserta didik, karena pola pembelajaran disusun menghubungkan muatan belajar dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Terkesan aktivitas di sekolah mudah, sederhana dan dekat dengan dunia peserta didik. Hal ini sebagai modal dalam menumbuh kembangkan semangat belajar peserta didik. Bagian terpenting dari kontekstual ini adalah peserta didik mengaplikasikan hasil belajarnya dalam kehidupan panjang peserta didik. Di sisi yang lain pendidikan di sekolah menjadi menyenangkan dan modal dasar penyampai kepada peserta didik alangkah kayanya negara kesatuan Indonesia dari sisi sumber daya budaya, khususnya kearifan lokal (Ditjen PMPTK:2010).

 

 

  1. Metode

Dalam penyelesaiannya, tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif berupa rangkaian kata-kata yang dianalisis secara rasional yang mana dalam pemecahannya penyelidikan dilakukan dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (baik dari individu, lembaga, masyarakat) di saat ini, berdasarkan fakta yang muncul. Prosedur pemecahan masalah dilakukan secara studi literatur dan berdasarkan pengamatan langsung.

  1. Kerangka Teori

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Kearifan lokal juga diartikan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya kearifan lokal adalah hasil dari jerih payah masyarakat tertentu yang didapat atas dasar pengalaman hidupnya yang belum tentu dialami masyarakat lain. Nilai ini melekat kuat pada sendi-sendi masyarakat tertentu tersebut melalui perjalanan waktu yang panjang, sesuai keberadaan masyarakat tersebut. Kondisi ini melahirkan keberagaman kearifan lokal sesuai sudut pandang masyarakatnya. Fungsinya pun disesuaikan dengan pengelolaan lingkungan guna menyeimbangkan alam sesuai pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tertentu (Pudentia:2013).

Berdasarkan pendapat diatas, penulis mengambil benang merah bahwa kearifan lokal merupakan gagasan yang timbul dan dikembangkan secara terus- menerus dan turun-temurun di dalam sendi-sendi masyarakatnya dalam bentuk adat istiadat, tata aturan/norma masyarakat, budaya, kepercayaan dan kebiasaan sehari- hari. Nilai-nilai kearifan lokal Kalbar tersebut dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu nilai kearifan lokal manusia sebagai makhluk individu, nilai kearifan lokal manusia sebagai makhluk sosial dan nilai kearifan lokal manusia sebagai makhluk Tuhan (Inda:2013:172).

 

 

  1. Fungsi Kearifan Lokal

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat selalu mencari kebahagiaan dan mengharapkan hidup damai tentram antar masyarakat baik disengaja maupun tidak. Dalam pencapaian tersebut masyarakat diikat oleh tatanan yang yang melibatkan kearifan lokal sebagai penuntunnya. Bentuk-bentuk tuntunan pada kearifan lokal memiliki fungsi sebagai berikut:

    1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
    2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.
    3. Sebagai pengembang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
    4. Sebagai petuah, kepercayaan, sastra, pantangan.

Pengembangan kearifan lokal merupakan alternatif solusi dari pendekatan budaya dalam mengatasi permasalahan/konflik. Dalam pandangan Haba pada (Priyadi:2013:iii) kearifan lokal memiliki enam fungsi yaitu:

  1. Penanda identitas satu komunitas
  2. Elemen perekat lintas warga, agama dan , kepercayaan,
  3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa (top down) tetapi sebuah kultural yang ada dan hidup dalam masyarakat, dan ini pengikat kuat untuk bertahan
  4. Memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas
  5. Kearifan lokal akan mengubah pola pikir timbal balik individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground kebudayaan yang dimiliki
  6. Kearifan lokal dapat berfungsimembangun kebersamaan sebagai perwujudan solidaritas.

Karakter bangsa dibangun dari nilai etika inti yang bersumber dari nilai agama, falsafah negara dan budaya nilai yaitu budaya nilai bangsa. Satu di antara nilai budaya itu adalah kearifan lokal. Kearifan lokal ini sebagai satu di antara yang mampu bertahan pada era perubahan ini. Hal ini dikarenakan budaya mendasar yang dimiliki masyarakat tertentu dan tempat tertentu, dan dapat digunakan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa (Wulandari:2022)

Penguatan pendidikan karakter bisa menjadi solusi untuk meminimalisasi dampak negatig dari globalisasi.aplikasinya dapat melalui nilai-nilai yang menjadi

 

 

bagian kehidupan, seperti nilai religius, nilai gotong royong, sikap patriotisme dan nasionalisme dan sikap mencintai kebudayaan lokal ( Sabarudin Faujian:2023)

 

  1. Kearifan Lokal pada Student Centered Activities

Subjek didik yaitu peserta didik adalah kelompok remaja yang berada pada pencarian jati diri dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya, oleh sebab itu pada fase ini sangat penting pembentukan nilai. Khususnya nilai-nilai yang mempengaruhi remaja yaitu tata nilai baru yang diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk guna menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian dewasa. Dalam pembentukan ini peserta didik memerlukan imitasi atau model tertentu atau lewat pengembangan kreativitasnya. Remaja memerlukan sumber moral memulai sebuah pertumbuhan guna mempetahankan posisinya pada dunia nyata (Asrori:2008) .

  1. Gambaran Kearifan Lokal pada Student Centered Activities dalam Pengembangan Karakter

Peradaban pendidikan memerlukan budaya sebagai landasannya dalam berkembang, karena budaya adalah hal utama dalam pendidikan. Budaya mana yang dijadikan landasan dalam pendidikan tentulah bergantung pada komunitas masyarakat itu sendiri dan budaya suatu bangsa sebagai ujung tombaknya. Artinya peserta didik di satuan pendidikan mendapatkan pendidikan untuk maju dengan suatu tekad bahwa mereka tetap akan menjadi insan Indonesia dengan jadi diri bangsanya yaitu Indonesia bukan bangsa lain.

Jati diri peserta didik sebagai anak bangsa yang beragam dikembangkan melalui mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan di sekolah, baik kurikuler maupun kokurikuler. Kualifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan peserta didik telah melaksanakan belajar sesuai kompetensi harapan adalah kemampuan peserta didik di dalam bersikap, penguasaan pengetahuan dan tentunya kemampuan pikir dan tidak yang tertuang dalam keterampilannya ( Rusyana dalam Priyadi :2013).

Perbedaan yang mencolok antara individu baik segi intelektual maupun budaya bukanlah halangan untuk mengembangkan bakat tersebut menjadi sebuah prestasi dan prestise. Bakat sebagai sebuah potensi diri berkembang atau tidak

 

 

bergantung satu di antaranya oleh lingkungan dan program khusus dengan memberikan sebuah perlakuan.

Ada sejumlah langkah dalam pengembangan bakat peserta didik yaitu:

    1. Adanya dukungan psikologis dan fisik pada peserta didik
    2. Berupaya menumbuhkembangkan minat dan motif prestasi pada peserta didik di lingkungannya dengan tetap berlandaskan pada tatanan kultur yang ada.
    3. Pemupukan daya juang atau kegigihan dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan
    4. Mengembangkan   pendidikan berdiferensiasi di sekolah agar satuan pendidikan dapat melayani peserta didik ( Asrori:2008)

Unsur-unsur kearifan lokal di atas tidak terlepas dari sendi-sendi masyarakatnya dalam bentuk adat istiadat, tata aturan/norma masyarakat, budaya, kepercayaan dan kebiasaan sehari-hari. Nilai-nilai kearifan lokal Kalbar dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu nilai kearifan lokal manusia sebagai makhluk individu, nilai kearifan lokal manusia sebagai makhluk sosial dan nilai kearifan lokal manusia sebagai makhluk Tuhan. (Inda:2013:174).

Di antara kearifan lokal yang sejalan dengan uraian di atas adalah taat beribadah, etos kerja, tolong-menolong, rendah hati, adat istiadat. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki hak yang sama untuk memeluk dan melaksanakan ibadah agamanya. Ketaatan tersebut sebagai bekal dalam pemenuhan kebutuhan dengan tekad dan kerja keras. Artinya kekuatan untuk mencapai cita dan asa melalui tekad yang kuat dilandasi aspek berketuhanan. Dalam pencapaian tersebut nuansa tolong-menolong gotong royong ebagai kekhasan masyarakat Kalimantan Barat, konsep manusia tidak dapat hidup sendiri. Konsep ini penanda rendah hati dalam naungan adat istiadat yang menjadi landasan dari masyarakat sekolah.

Semua kearifan tersebut berkolaborasi dengan kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan interaksinya. Basis sosial kekuatan penggeraknya yang dapat dijadikan solusi dalam mengatasi krisis, dan tidak bersifat memaksa, sehingga kearifan lokal berkesan milik bersama mudah diterima. Kondisi ini menjadi daya ikat, sehingga mampu menggali kebersamaan dalam hubungan timbal balik.

 

 

Tentulah hal ini menjadi pondasi kokoh dalam mewujudkan capaian suatu program ( Haba dalam Priyadi:2013)

  1. Pembahasan
    1. Pengintegrasian Kearifan Lokal Student-Centered-Activities

Kegiatan upaya pengembangan melalui integrasi kearifan lokal di SMAN 2 Pontianak dilaksanakan sesuai perencanaan dengan perolehan hasil kinerja sekolah dalam pencapaian renstra dan prestasi sekolah, serta analisis hasil kegiatan. Dunia pendidikan di provinsi Kalimantan Barat memang belum memiliki data akurat dan program pendidikan khususnya pengembangan kearifan lokal, sehingga memunculkan hambatan peserta didik dalam pengembangan kemampuan dan keterampilan serta bakat dasar pembawaan dari lingkungan sebelumnya baik dari lingkungan rumah maupun jenjang pendidikan sebelumnya. Kurangnya pemahaman perlindungan dan kelangsungan khasanah lokal menjadi pemicu utama ketidakharmonisan kesempatan dan peluang tumbuh kembangnya di dunia pendidikan.

Kepala sekolah sebagai pimpinan dan pengurus manajemen sekolah hendaknya memiliki beberapa sifat guna keberhasilan program pengintegrasian ini, di antaranya:

  1. Posisi kepala sekolah harus jelas untuk mempermudah proses program.
  2. Berpandangan luas, kreatif dan berkomitmen tinggi sesuai kultur sekolah serta program yang telah digariskan.
  3. Selalu memberikan harapan dan menggali ide-ide gemilang disertai motivasi tinggi untuk peserta didik, guru dan satuan pendidikan.
  4. Kepala sekolah mampu mentransfer informasi kepada segala komponen, bahkan mendorong orang tua untuk terlibat pada program.

Keterlibatan manajemen sekolah dalam program pengintegrasian ini melalui penglibatan tim, maka pengkajian dan konsep pelaksanaan kegiatan dengan strategi sebagai berikut:

 

 

  1. Perencanaan

Perencanaan kegiatan dimulai dengan rapat dinas pembentukan tim kerja antara kepala sekolah, dan seluruh perwakilan komponen sekolah yaitu kurikulum, ketenagaan, sarana, keuangan, kesiswaan, humas, termasuk perwakilan orang tua siswa, MPK, OSIS. Konten rapat adalah mengevaluasi keterlaksanaan program tahun sebelumnya dan menganalisis kekuatan, kendala, peluang serta tantangan terhadap pengintegrasian kearifan lokal pada program sekolah guna pengembangan bakat siswa. Selain itu rapat juga membahas tujuan program yang disesuaikan dengan tuntutan situasi dan kondisi program sekolah. Hal ini dilakukan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan, agar kebutuhan terhadap pengembangan pendidikan berkemajuan benar-benar sesuai nilai-nilai yang telah digariskan dalam dunia pendidikan, serta kegiatan maupun sarana pendukung kegiatan tersebut.

Pada rapat dinas diuraikan indikator ketercapaian secara rinci program pengintegrasian Kearifan Lokal (KL) pada program pengembangan bakat peserta didik. Kejelasan langkah kerja program ini juga dijabarkan untuk mempermudah evaluasi keterlaksanaan program. Semua komponen pendidikan khususnya kurikulum dan kesiswaan benar-benar meramunya menjadi sebuah pembiasaan yang selaras dengan tujuan pendidikan. Misalnya pengintegrasian kearifan lokal pada pelajaran seni budaya, pelajaran sejarah, bahkan pada mata pelajaran prakarya. Kesepakatan-kesepakatan yang terlahir dari rapat dijadikan tolok ukur dalam melaksanakan program, dan menjadi milik bersama warga sekolah. Pada langkah ini juga ditetapkan penjadwal kegiatan, dukungan biaya serta penyusunan rencana aksi.

MPK, OSIS, guru mata pelajaran melaksanakan musyawarah dan mufakat tentang rencana pengintegrasian kearifan lokal serta terus melakukan koordinasi sepanjang proses kegiatan. Keikutsertaan seluruh komponen sekolah merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh positif terhadap aktualisasi kegiatan, agar satu persepsi dan satu pandangan dalam pencapaian target. Pada tahap ini guru mapel dan bersama tim sekolah merencanakan perangkat pengintegrasian agar rancangan perangkat terfasilitasi oleh keberadaan standar pendidikan yang ada di

 

 

sekolah. Penuangan secara nyata indikator pengintegrasian dituangkan sesuai visi, misi dan tujuan sekolah.

a. Proses pelaksanaan pengintegrasian kearifan lokal dalam pengembangan bakat peserta didik

Prospek pengembangan kearifan lokal menjadi pondasi di bidang pendidikan bergantung pada sudut pandang masyarakat terhadap kearifan lokal tersebut. Pengubahan pola pikir terhadap anggapan bahwa kearifan lokal bersifat tradisional dan kuno perlu digeser menjadi bahwa kearifan lokal yang dikelola secara baik adalah sumber kekayaan yang tak ternilai dan tidak dimiliki masyarakat lain di belahan bumi ini.

Dewasa ini kearifan lokal menghadapi tantangan-tantangan yang mengancam keberadaan dan pelestariannya. Kearifan lokal mulai terkikis oleh adopsi perkembangan teknologi, termasuk arus pertumbuhan penduduk, kesenjangan kemiskinan, budaya-budaya luar. Pada hal ketertarikan budayawan dan wisatawan asing datang ke Indonesia adalah kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini. Artinya jika budaya/kearifan lokal ini dikelola dengan baik, maka memiliki peluang peningkatan kinerja sekolah, khususnya prestasi masyarakat sekolah. Peningkatan ini dapat dicapai dengan mudah, karena kearifan lokal dapat didekati dari segala lini, seperti religius, estetika, intelektual, teknologi, dan ekonomi.

Sejalan dengan hal di atas, penglibatan dunia pendidikan menjadi jawaban atas penentu peningkatan dan keterlibatan kearifan lokal dalam pengembanganpendidikan khususnya pengembangan bakat peserta didik. Hubungan antara dunia pendidikan dengan pengubahan pola pikir dan pola tingkah laku, sehingga ketercapaian pembudayaan kearifan lokal untuk pendidikan berkemajuan dapat diwujudkan. Aplikasi pengubahan pola pikir tersebut satu diantaranya dilakukan melalui pengintegrasian kearifan lokal pada program sekolah.

Peserta didik juga merupakan komponen internal sekolah yang harus diberdayakan untuk mencapai target program mengembangkan melalui pengintegrasian kearifan lokal di sekolah. Program pendidikan dikembangkan dengan  mengedepankan kedekatan peserta  didik  dengan kekuatan-kekuatan

 

 

kearifan lokal, baik secara psikis maupun fisik. Dekat secara fisik artinya siswa secara langsung mengenai kearifan lokal tersebut, secara psikis artinya bahan kearifan lokal tersebut mudah didapat baik secara langsung maupun melalui media sosial. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan saat pengintegrasian yaitu; melakukan dari konkrit ke abstrak, dikembangkan dari diketahui ke yang belum diketahui, dari pengalaman lama ke pengalaman baru, dari mudah/sederhana ke yang rumit/sukar.

Menindaklanjuti hal tersebut dan sesuai dengan langkah perencanaan maka sintak yang dilakukan adalah:

  1. Pengenalan kearifan lokal

Pengenalan kearifan lokal pada peserta didik selaras dengan tujuan yang dicapai, serta indikator maupun model yang tertuang pada rancangan program. Dalam pengenalan tersebut peserta didik diarahkan untuk menemukan bahan pada media maya dan buku-buku yang tersedia di perpustakaan. Pengenalan ini sebagai media awal penghubung, sehingga peserta didik memiliki modal dasar dalam pembuatan sketsa pendidikan berkemajuan melalui proses integrasi kearifan lokal. Dan perlu diingat setiap peserta didik diberikan kesempatan untuk bereksplorasi atas dasar pola asal yang suda ada.

  1. Mendesain sketsa kearifan lokal yang digunakan

Setelah peserta didik mengenal unsur-unsur berkekuatan kearifan lokal, langkah berikutnya adalah mendesain sketsa kearifan lokal dan guru mengarahkan serta memfasilitasi setiap kendala yang dihadapi peserta didik. Desain sketsa ini kemudian dituangkan pada tembok sekolah, papan info, tagar dan dinding kelas.

  1. Pengintegrasian kearifan lokal di sekolah

Aktivitas berikutnya setelah sketsa dianalisis bersama yaitu penuangan sketsa tersebut pada lahan, wadah yang telah disiapkan. Tim dibagi atas beberapa kelompok. Fungsi sekolah dalam hal ini sebagai fasilitator memfasilitasi setiap kebutuhan bahan dan sarana kegiatan. Fungsi ini sesuai dengan peran sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas meningkatkan sumber daya manusia dan pemenuhan standar pelayan di sekolah.

 

 

Gambaran alur pengintegrasian Kearifan Lokal dalam pengembangan bakat peserta didik dimulai dari memberikan pengajaran kepada warga sekolah, lalu dilatihkan secara konsisten sehingga menjadi kebiasaan dan akhir menjadi budaya sekolah, dengan strategi sebagai berikut:

  1. Sebelum memulai pelajaran dan aktivitas ekskul dll
    1. Berdoa
    2. Menyanyikan lagu Indonesia(khusus untuk memulai aktivitas pagi pembelajaran dan pembukaan kegiatan tertentu)
    3. Mengingatkan konsep Pelajar Profil Pancasila serta budaya sekolah (Taat Agama, Etos kerja, Tolong-menolong, rendah hati, Adat istiadat) setiap memulai aktivitas
  2. Saat pelaksanaan setiap aktivitas sekolah
    1. Selalu mengingatkan bahwa kita adalah SMANDAMARTA
    2. Aktivitas menuansakan SMANDAMARTA menjadi rambu di setiap sudut dan tempat terbuka
    3. SMANDAMARTA adalah sekolah berbasis lingkungan dan diupayakan zero sampah, sampah adalah tanggung jawab dan tugas pribadi
    4. Menciptakan masyarakat berbagi ilmu
    5. Mengedepankan tugas-tugas berbentuk kelompok
    6. Kita adalah keluarga tempat berkeluh dan saling berbagi
  3. Akhir kegiatan
    1. Berdoa
    2. Menyanyikan lagu Wajib Nasional setelah pembelajaran
    3. Mengingatkan kembali bahwa kita adalah SMANDAMARTA
  1. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan setiap saat atau waktu tertentu sesuai rancangan program dengan tujuan:

    1. monitoring untuk mengetahui hasil keterlaksanaan program
    2. peningkatan rencana kegiatan dan melakukan perbaikan untuk kegiatan yang tidak relevan dengan program pengintegrasian
    3. menjajaki setiap kemajuan dengan ukuran output kegiatan
 

 

    1. bahan pembanding untuk pembuatan keputusan pada prengembangan program sekolah, serta bahan untuk pembinaan
  1. Hasil pengintegrasian Kearifan Lokal Student-Centered-Activities dalam Pengembangan Karakter Peserta Didik

Secara garis besar sekolah mengadakan program pegintegrasian yang berbeda pada antar bidang , karena masing-masing bidang memiliki target yang berbeda, misalnya bidang akademik tentulah beda dengan bidang non akademik. Siswa berbakat dikumpulkan sesuai pilihannya lalu diberikan perlakuan sesuai mentor nya masing-masing. Mentor di sini adalah para guru dan pelatih yang bertugas membimbing peserta didik untuk mengembangkan kemampuan diri. Pengaturan segala administrasi atas hal di atas dikendalikan oleh personal sekolah yaitu tim kurikulum, dan tim kesiswaan, serta tim pengembang dan BK. Unsur lain yang berperan memfasilitasi keterlaksanaan program ini adalah orang tua. Dukungan orang tua sangat diperlukan mengingat kondisi awal peserta didik berbentuk pendidikan keluarga. Orang tua harus mampu membawa peserta didik pada kehidupan yang wajar berlandaskan kearifan lokal, berlandaskan bahwa anak memiliki keunikan dan memiliki kebutuhan berbeda.

Keterlaksanaaan pengintegrasian kearifan lokal berpusat pada siswa sebagai upaya pengembangan karakter peserta didik, agar optimal dalam pemenuhan kegiatan akademik dan nonakademik seperti ekstrakurikuler dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel Kearifan Lokal “Taat Beragama”

 

No

Substansi Taat Beragama

Jlh Melaksanakan

Jlh Tdk Melaksanakan

1

Mengikuti kegiatan keagamaan

80

100%

0

0 %

2

Rajin melakukan kajian agama

63

78,75%

17

21,25%

3

Rajin membaca majalah/tabloid

agama

25

31,25%

55

68,75%

4

Menyisihkan biaya untuk teman/org

lain

76

95 %

4(miskin)

5 %

5

Melakukan aktivitas sekolah dengan

berdoa

80

100%

0

0 %

 

 

Secara umum peserta didik melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, dan 78,75 % mengkaji tentang agama. Namun demikian kajian tersebut belum didukung pemberdayaan literasi. hal ini ditandai dengan minimnya proses literasi berbasis majalah agama/tabloid agama. Pemberdayaan literasi baru mencapai 31,25

%. Konsep infaq sedekah juga telah terealisasi dengan baik sebesar 95 %, sedangkan 4 % belum melaksanakan dikarenakan faktor ekonomi, artinya yang 4

% termasuk peserta yang menjadi pusat perhatian peserta didik lain sebagai objek sedekah. Kondisi ini menggambarkan secara umum ketaatan peserta didik dalam melaksanakan ajaran agamanya sebesar 81 % dan 19 % belum optimal khususnya kendala di literasi dan pengkajian agama.

Tabel Kearifan Lokal “Etos Kerja”

 

No

Unsur Etos Kerja

Jlh Melaksanakan

Jlh Tdk

Melaksanakan

1

Melaksanakan tugas guru

80

100 %

0

0 %

2

Semangat pergi sekolah

80

100 %

0

0 %

3

Bermasalah di sekolah

2

2.5 %

78

97,5 %

4

Melaksanakan piket debgab ikhlas

76

95 %

4

5 %

5

Datang terlambat ke sekolah

3

3,75 %

77

96,25 %

6

Giat melakukan kegiatan di sekolah

78

97,5 %

2

2,5 %

7

Menyegerakan tugas dari guru

79

98,75 %

1

1,25 %

8

Jujur dalam kegiatan sekolah

79

98,75 %

1

1,25 %

9

Memberikan pelayanan terbaik

79

98. 75 %

1

1, 25 %

Unsur Etos Kerja telah dilaksanakan dengan baik di lingkungan sekolah, hal ini tergambar dari minimnya peserta didik bermasalah ataupun melanggar tatib, yaitu 2,5 % yang memiliki masalah di sekolah dan 3, 75 % saja yang terlambat. Ini membuktikan bahwa peserta didik sangat senang dengan sekolah dan segala aktivitasnya. Aktivitas di sekolah padat dan para peserta didik berusaha menjadi pelayan terbaik sesamanya. Situasi ini identik dengan minimnya masalah, dikarenakan saling menjaga dan memelihara hubungan kekerabatan. Secara keseluruh etos kerja terlaksana 98,05 % dan belum terlaksana 1,95 %.

Antara “Etos Kerja” dengan unsur “Tolong-Menolong” berdasarkan hasil kuesioner relevan. Tingkat tolong-menolong atau kepedulian sosialnya sangat baik dan peka terhadap lingkungan teman. Namun demikian masih ada 5 % peserta didik yang belum berani berbagi dengan teman khususnya memberikan makanan pada

 

 

teman yang tidak membawa bekal. Situasi ini tentulah dilatarbelakangi alasan tertentu, misalnya faktor pesan orang tua terhadap kesterilan makanan ataupun rasa khawatir terhadap terjangkitnya suatu penyakit. Namun dari sisi bantuan berbentuk barang sangat tinggi, bahkan semua bersedia untuk memberikan bantuan. Situasi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini, 99 % melaksanakan dan 1 % belum melaksanakan.

 

 

 

Tabel Aplikasi “KL” Tolong-Menolong

No

Substansi Tolong-Menolong

Jlh Melakukan

Jlh Tdk Melakukan

1

Kerja bakti di sekolah

80

100 %

0

0 %

2

Membantu membawakan barang

guru

80

100 %

0

0 %

3

Memberikan makanan kepada

teman yang tak membawa bekal

76

95 %

4

5 %

4

Meminjamkan alat tulis kepada

teman

80

100 %

0

0 %

5

Membela teman yang dihina

79

98,75 %

1

1,25 %

6

Menyatukan teman yang berkelahi

3

3,75 %

77(tdk ada teman

berkelahi)

96,25 %

7

Menjelaskan materi pelajaran/ekskul pada teman yang

kurang mengerti

80

100 %

0

0 %

8

Memiliki musuh di sekolah

0

0 %

100 (Tidak

ada musuh)

0 %

9

Membantu teman yang mengalami

kesusahan

80

100 %

0

0 %

10

Memiliki dana infaq sadekah

80

100 %

0

0 %

 

 

Tabel Keterlaksanaan “KL” Rendah Hati

 

 

No

Unsur Rendah Hati

Jlh Melakukan

Jlh Tdk Melakukan

1

Menonjolkan diri sendiri

0

0 %

100

100 %

2

Ikhlas dipandang rendah oleh orang

lain?

10

12,5 %

70

87,5 %

3

Sederhana dalam berpakaian

80

100 %

0

0 %

4

Lemah lembut dalam berkomunikasi

78

97,5 %

2(suara

memang keras)

2,5 %

5

Menghargai dan menghormati

keberhasilan orang lain

80

100 %

0

0 %

6

Selalu terbuka pada orang lain

73

91,25 %

7

8,75 %

7

Senang bila dikagumi dan dicintai

80

100 %

0

0 %

8

ri diri apa adanya

79

98,75 %

1(kadang-

kadang)

1,25 %

 

Unsur “Rendah Hati” tergambar secara baik, tetapi rendah hati bukanlah siap menerima setiap saat bila direndahkan oleh orang lain, situasi ini tergambar pada tabel, 12,5 % peserta didik tidak dapat menerima dengan ikhlas bila dipandang rendah oleh orang lain. Artinya secara alami sebagai makhluk sosial memerlukan penghargaan dan rasa hormat, karena harga diri bersemayam di sana. Namun secara umum peserta didik tidak menyombongkan diri, peserta didik mampu menerima kesederhanaan bersama, dan menikmati rasa keberbedaan, serta bersyukur atas apa yang telah dimiliki. Keterbukaan menerima segala hal digambarkan 91,25 %, dan 8,75 % tetap pada posisi rumit untuk terbuka pada pihak lain. Kondisi ini merupakan hal lumrah sesuai latar belakang peserta didik yang kompleksitas dari beragam sudut pandang keluarga dan ekonomi. Kultur rendah hati telah dilaksanakan sebesar 96,88 % dan 3,22 % belum melaksanakan.

 

 

Tabel Aplikasi “KL” Adat Istiadat

No

Unsur Adat Istiadat

Jlh Melakukan

Jlh Tdk Melakukan

1

Membaca doa sebelum dan

sesudah kegiatan

80

100 %

0

0 %

2

Melaksanakan upacara bendera di

sekolah

80

100 %

0

0 %

3

Menjaga nama baik dan nama

besar sekolah

80

100 %

0

0 %

4

Menaati peraturan yang dibuat dan

disepakati bersama

79

98.75 %

1

1,25 %

5

Berbakti kepada guru

80

100 %

0

0 %

6

Saling menyayangi di sekolah dan

luar sekolah

79

98,75 %

1

1,25 %

7

Menjaga lingkungan sekolah tetap

sehat

78

97,5 %

2

2,5 %

8

Melakukan tindakan SARA di

sekolah

0

0 %

100

100 %

9

Merusak fasilitas sekolah dan

umum

0

0 %

100

100 %

10

Ikut dalam pembelaan negara

75

93,75 %

5 (kurang paham

maksudnya)

6.25 %

 

Ragam budaya, ekonomi, pendidikan orang tua dan agama, geografis, ternyata tidak membuat perbedaan dari sisi norma tatanan kekerabatan dan pergaulan. Semua bersama-sama mengedepankan nilai-nilai luhur bangsa yaitu memegang teguh budaya dan adat istiadat, pembiasaan yang menjadi norma umum tetap menjadi tolok ukur konsep seorang terpelajar. Peserta didik tidak segan-segan untuk tetap menjungjung tingginya. Keterlaksanaan adat istiadat 98,88 % dan 1,12

% belum melaksanakan. Di sisi yang lain peserta didik tetap memerlukan pendampingan dalam menerjemahkan segala bentuk budaya dan kebiasaan, serta memerlukan uraian jelas dari pihak sekolah, khususnya penjelasan konsep bela negara. Konsep bela negara selalu diterjemahkan secara fisik oleh peserta didik. Artinya aplikatif bela negara perlu diuraikan secara rinci lagi oleh pikah satuan pendidikan, agar benar-benar jelas konsep dan aturannya.

 

 

  1. Faktor Penghambat dan Pendukung Pengintegrasian Kearifan Lokal
    1. Sekolah belum mampu memberikan pelayanan optimal memfasilitasi kebutuhan peserta didik, karena belum ada juknis/panduan tentang program ini dan sistem penilaian pada siswa belum mampu dilaksanakan secara optimal. Hal ini berdampak pada sikap guru yang belum proaktif dan ramah aktivitas anak, sehingga terkesan bias
    2. Keterlibatan orang tua sebagai tim belum maksimal, beberapa orang tua beranggapan bahwa kearifan lokal adalah hal biasa dan usang.
    3. Belum tersedianya tim tangguh berpengalaman sebagai mediator secara suka rela mendampingi peserta didik dalam melaksanakan pengintegrasian kearifan lokal di sekolah dan di luar sekolah.
    4. Adanya dukungan dari dinas pendidikan provinsi terhadap program pengintegrasian kearifan lokal, sehingga mempermudah sekolah dalam pelaksanaan koordinasi program.
    5. Peserta didik akan terangkat sumber dayanya menjadi sumber daya potensial,dan hal ini menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk terlibat dalam program tersebut.
    6. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman latar belakang sosial budaya peserta didik.

 

  1. PENUTUP
    1. Simpulan

1.1. Penyelenggaraan program pengintegrasian kearifan lokal telah didukung komponen di satuan pendidikan, dan membangun komitmen bersama dalam mengembangkan bakat peserta serta membangun jejaring lebih luas dalam mensosialisasikan dan membudayakan program ke tingkat lebih baik, khususnya tindakan pelayanan. Kondisi ini dapat dilihat dari ketercapaian hasil lomba dan peningkatan jumlah ekstrakurikuler dari empat belas ekskul menjadi 26 ekskul dan dua komunitas. Kreativitas Peserta didik juga meningkat dengan dituangkannya kearifan

 

 

lokal pada segala lini di lingkungan sekolah seperti ornamen dan seni rupa pada selasar.

  1.  
    1. 1.2 Hasil pengintegrasian kearifan lokal dalam pengembangan bakat peserta didik mampu berperan sebagai komunikator, motivator serta penggali harapan-harapan baik pada peserta didik maupun guru dan orang tua. Aplikasi kondisi uraian di atas tergambar jelas pada hasil berbentuk prestasi meningkat dari segi kuantitas dan kualitasnya. Peningkatan kuantitas di kejuaraan provinsi dan nasional.
    2.  
    3. 1.3Keberhasilan lain yang jelas dari sudut keberhasilan siswa adalah peserta didik SMAN 2 Pontianak diterima di perguruan tinggi ternama.
  2. 2. Saran

Pengitegrasian kearifan lokal pada program sekolah memerlukan kerjasama seluruh komponen sekolah, serta partisipasi aktif dari kepala sekolah dalam memantau keterlaksanaan kegiatan. Keterlaksanaan kegiatan memerlukan dukungan dana dan transparansinya, oleh sebab itu kepala sekolah setiap penganggaran rancangan kegiatan sekolah menuangkan secara langsung aktivitas tersebut sesuai standar pendidikan dan standar pelayanan minimal di sekolah.

  1. Daftar Pustaka

Direktorat Tenaga Kependidikan Dikjen PMPTK. 2010. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Ditjen PMPTK.

Kemendikbud. 2017. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Jakarta: Dirjen GTK.

Kompasia,2023. Makna Kearifan lokal dalam Kurikulum Merdeka: Menggali Identitas dan Membangun Karakter.

Masruri. 2011. Negatif Learning. Solo. Era AdiCitra Intermedia.

Muhammad, Asrori. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Priyadi, Totok dan Martono. 2013. Mengoptimalkan Potensi Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya. Pontianak: STAIN Pontianak Press.

 

 

Sabarudin & Fauzian Ares. 2023. Pelajar Pancasila Dan Dinamika Perubahan Sosial. Yogyakarta: Yayasan Sahabat Alam Raflessia.

Sellato, Bernard. 1989. Naga dan Burung Enggang. Jakarta: Elf Aquitaine Indonesie.

Suranto. 2009. Manajemen Mutu dalam Pendidikan. Semarang: CV Ghyyas Putra.

Undang-Undang no 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wulandari, Arini Indah. 2022. Peran Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter.

Banjarmasin: Lambung Mangkurat.