"Sinergi SDM, Science & Moral Mewujudkan Fondasi Indonesia Berdaulat dan Berkemajuan”
Disusun Oleh:
Syarif Nasarudin Aulia Zulfi, S.Pd.
Delapan dekade sudah Republik Indonesia berdiri tegak sebagai bangsa merdeka. Perayaan 80 tahun kemerdekaan ini bukan hanya landasan historis untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang menegakkan nasionalisme dan patriotisme, tetapi juga saat yang tepat untuk merefleksikan arah perjalanan bangsa ke depan. Refleksi tersebut menjadi optimisme generasi saat ini untuk terus berbenah, bergerak dan berkesadaran bahwa kemerdekaan bukanlah titik akhir, melainkan proses panjang membangun peradaban yang berdaya saing, berkarakter, dan berkontribusi pada kemajuan dunia. Kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah hasil pengorbanan dan kebijaksanaan para tokoh bangsa yang dengan penuh keteguhan hati memperjuangkan kedaulatan.
Di era globalisasi dan percepatan digitalisasi, kemerdekaan bukan lagi semata-mata terbebas dari penjajahan fisik, melainkan juga bagaimana bangsa Indonesia mampu berdiri sejajar dengan negara lain melalui keunggulan sumber daya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan, serta keteguhan moral. Sinergi antara ketiganya menjadi pondasi penting agar Indonesia tetap berdaulat sekaligus berkemajuan. Kemerdekaan kini harus dimaknai sebagai energi inspiratif dan spirit kolektif untuk membangun bangsa yang kompetitif, inovatif, dan berkarakter dalam menghadapi tantangan dunia modern.
Sebagaimana kita pahami bersama, dalam upaya meningkatkan daya saing bangsa, diperlukan keterpaduan antara kualitas sumber daya manusia, perkembangan ilmu pengetahuan, dan penguatan moral. Tiga aspek tersebut bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan jembatan sinergi konstruktif yang saling menguatkan. SDM unggul akan menjadi penggerak produktivitas, sains dan teknologi berperan sebagai akselerator inovasi, sementara moral menjadi arah pembangunan yang tetap berlandaskan pada nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Ketiganya membentuk simfoni kebangsaan yang, apabila diwujudkan secara harmonis, mampu menjadikan Indonesia berdaya saing unggul di kancah global tanpa kehilangan jati diri bangsa.
“Kembangkan ilmu dan selaraskan moralmu” adalah ungkapan yang relevan sebagai fondasi pembangunan Indonesia modern. Kemajuan bangsa tidak hanya bergantung pada kecakapan teknis dan akademis, sebab tanpa ketangguhan moral, ilmu pengetahuan berisiko kehilangan arah dan makna. Sumber daya manusia unggul perlu dibentuk bukan hanya sebagai insan yang produktif dan kompetitif, melainkan juga sebagai pribadi yang berkarakter, berintegritas, dan berlandaskan nilai luhur bangsa yang dapat menjadi kontributor nyata bagi peradaban. pengembangan ilmu pengetahuan harus berjalan seiring dengan penguatan moral, agar lahir generasi yang tidak hanya cerdas dalam menguasai teknologi, tetapi juga bijak dalam menggunakannya untuk kemajuan bangsa. Keterpaduan inilah yang akan menjadikan Indonesia mampu berdiri sejajar dengan bangsa lain, berdaya saing secara global, sekaligus tetap berlandasakan pada identitas dan nilai luhur persatuan.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia sedang menikmati momentum bonus demografi. Proyeksi BPS menunjukkan jumlah penduduk tahun 2025 mencapai sekitar 284– 286 juta jiwa dengan mayoritas berada pada usia produktif. Kondisi ini merupakan peluang emas karena kualitas SDM akan menjadi faktor penentu daya saing bangsa. Namun, kesempatan ini hanya dapat dimanfaatkan apabila generasi muda dibekali keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan zaman, literasi digital yang kuat, serta karakter yang berintegritas. Sayangnya, hasil asesmen internasional PISA masih menunjukkan tantangan besar pada literasi dasar, khususnya membaca, matematika, dan sains. Ini berarti masih perlu adanya usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan secara merata. Upaya peningkatan kualitas SDM harus mencakup reformasi kurikulum, pelatihan vokasi yang relevan, serta penguatan sistem pendidikan karakter. Dengan demikian, bonus demografi tidak hanya menjadi data kuantitatif, tetapi benar-benar dapat direfleksikan menjadi kekuatan produktif bagi bangsa.
Kemajuan suatu bangsa pada era modern sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Indonesia memiliki modal kuat dalam hal ini, salah satunya terlihat dari aksibilitas internet yang sudah mencapai lebih dari 229 juta pengguna atau sekitar 80,66% populasi. Konektivitas digital ini membuka ruang luas bagi lahirnya inovasi, wirausaha digital, serta transformasi industri berbasis teknologi. Meski demikian, belanja riset dan pengembangan (R&D) Indonesia masih berkisar 0,27–0,28% dari PDB— relatif rendah dibandingkan negara maju. Namun tren ini terus meningkat, bahkan laporan WIPO menunjukkan bahwa nilai investasi R&D Indonesia sudah melampaui USD 10 miliar. Lebih jauh, laporan e-Conomy SEA 2024 menempatkan Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, membuktikan bahwa science dan teknologi dapat menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, investasi pada riset, inovasi, dan kolaborasi antara perguruan tinggi, industri, serta institusi menjadi point strategis agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar digital, melainkan juga produsen teknologi yang berdaya saing global.
Kemajuan tidak akan bermakna tanpa fondasi moral yang kuat. Di sinilah pentingnya dimensi 3H (Head, Hand, Heart). Jika Head mengasah ilmu dan Hand menguatkan keterampilan, maka Heart adalah penuntun arah agar semua pencapaian tidak menyimpang dari nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Nilai-nilai Pancasila, kearifan lokal, dan budi pekerti luhur harus terus diinternalisasikan sebagai karakter bangsa. Data BPS menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2025 mencapai angka proyeksi 75,98, meningkat 0,66 poin dibandingkan tahun 2024 yang bernilai 75,32. Proyeksi ini menunjukkan tren peningkatan IPM dari tahun ke tahun menandakan adanya perbaikan kualitas hidup dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Namun, peningkatan IPM ini perlu dibarengi dengan penguatan integritas, etika, dan kesadaran kolektif guna tidak menghilangkan jati diri bangsa. Moral adalah tuntunan arah yang memastikan Indonesia tidak hanya cerdas dan terampil, tetapi juga bijak dan beradab.
Sinergisitas SDM, Sciensi dan Moral bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan harus dipadukan dalam sinergi konstruktif. SDM unggul menjadi penggerak produktivitas (Hand), science berperan sebagai penggerak inovasi (Head), dan moral menjaga arah kemajuan (Heart). Sinergi inilah yang akan melahirkan bangsa berdaya saing unggul. Tanpa moral, ilmu berpotensi kehilangan arah. Tanpa ilmu, moral sulit diaplikasikan dalam menghadapi kompleksitas zaman dan tanpa SDM yang unggul, keduanya tidak akan terimplementasi secara nyata. Oleh karena itu, integrasi ketiganya adalah keniscayaan untuk membangun Indonesia yang berdaulat dan berkemajuan.
Perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali makna perjuangan. Jika dahulu para pahlawan berjuang mengangkat senjata demi kedaulatan, maka perjuangan generasi hari ini adalah membangun daya saing melalui penguasaan ilmu, penguatan SDM, dan pemeliharaan moral. Penguatan upaya nonfisik, seperti peningkatan kapasitas intelektual, penguasaan teknologi, pengembangan keterampilan, serta peneguhan integritas menjadi semakin penting di era globalisasi dan digitalisasi. Inilah bentuk perjuangan generasi kini dalam mewujudkan kemerdekaan yang sejati yang bukan sekadar terbebas dari ancaman kolonialisme, melainkan juga mampu berdiri sejajar dengan bangsa lain melalui prestasi, inovasi, dan karakter yang berakar pada nilai luhur bangsa.
Ungkapan “Kembangkan ilmu dan selaraskan moralmu” menjadi relevan dalam konteks ini, karena hanya dengan keseimbangan antara kecerdasan, keterampilan, dan integritas, bangsa ini dapat melangkah menuju visi Indonesia Emas 2045. Sinergi SDM, science, dan moral adalah fondasi kokoh yang memastikan Indonesia bukan sekadar bertahan, melainkan tumbuh sebagai bangsa yang berdaulat, berdaya saing, dan berperan aktif dalam peradaban dunia.
0 Komentar
Tambahkan Komentar